Kamis, 26 Juli 2012

sang penguasa pucakwangi

teruntuk kau, sahabatku.
yang menikmati malam dengan nikmat.

kau tak pernah temukan kehangatan seorang wanita,
tapi setiap saat dapat kau nikmati kehangatan yang kau nyalakan
dan kehangatan yang kau tuang
yang membuat "nyeridhit"

kau tak punya kekasih di dunia
tapi kasihmu kau bagi dengan sempurna
untuk semua, semua di dekatmu

kau tak punya musuh di dunia
tapi musuhmu adalah sempurna
yang kau taklukkan sementara yang lain tak mampu

kelak, semua akan merindukanmu
menyebut-nyebut kebaikanmu
dan yang lebih menyenangkan lagi,
disebutkan kebaikanmu di alam selanjutnya. . .




bahagia itu :
merasakan berbagi sebuah kenikmatan di rumahmu

Senin, 23 Juli 2012

Seperti Kentang

hidup ini sebenarnya nikmat, jika kau sadar akan makna dan hikmah paksaan

nikmat, sangat nikmat
ketika tubuh kau paksa untuk sadar di malam yang sunyi
dan menyegarkan muka dengan basuhan air suci
memang berat,
atas apa yang terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala berbincang dengan Tuhanmu.

ketika kecil, kau dipaksa untuk berangkat
kepada seseorang yang mengajarimu untuk membuka cakrawala
membuka jendela dunia
kadang tetesan dari salah satu indra menemani
sapaan perpisahan dari orang yang mencintaimu
atas apa yang terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala kau sudah menjadi pecandu sastra

ketika kau tak mampu pun, dan hidup dalam kesederhanaan, karena keterpaksaan
coba kau lihat dari sudut pandang yang berbeda dengan jiwa
kala keringat mengucur
semakin deras
semakin nikmat

kau bawa hasil kerja kerasmu
walau hanya sedikit
atas apa yang terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala kau bersyukur dan ikhlas

ketika kau sedang mencintai seseorang pun
karena keterpaksaan
kau berpisah dengannya
atas apa yang terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala kau sudah berjarak dengannya

ketika kau dipaksa..
untuk mendengarkan alunan tarhim sebelum fajar menyingsing
dalam keadaan setengah sadar. . .
dan sejenak melamun untuk menikmati keadaan. . .
atas apa yang terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala kau pejamkan mata dan dengan seksama meresapi indahnya melodi tarhim. . .

ketika kau terpaksa. . .
untuk merekam dalam semalam
semua karya-karya sosok jenius
dan melogika-kan semua dalam sebuah lembar untuk pemberi ilmu-mu
atas apa yang terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala sebuah pengakuan kau dapatkan. . .

ketika kau terpaksa. . .
untuk menikmati matahari dan angin malam
dengan peluh
atas apa yang terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala kau banting ragamu ke atas bungkusan buah dari kayu randu. . .

ketika kau dipaksa
untuk menyisihkan sebagian hakmu atas haknya
dan menahan sebagian egomu
untuk melampiaskan kebutuhan atau keinginanmu
atas apa yang terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala pemberianmu membuat mereka tersenyum

ketika kau dipaksa
untuk menahan nafsu
dan menciptakan keadaan
bahwa kau sebenarnya adalah hamba
atas apa yang akan terjadi,
kenikmatan akan kau temukan kala bedhug mewarnai kemenanganmu

atas semua paksaan, yang menyiksa ragamu
sebenarnya ada senyum di balik semuanya
hanya saja kau belum tahu, belum dewasa, atau belum sadar
bahwa paksaan itu membuat kita kuat, jiwa maupun raga
seperti saat karya ini ditulis
berat memang, mengungkapkan dalam mata yang setengah terbuka
sulit memang, menulis di kala pikiran belum mencapai kondisi prima

tidak nikmat rasanya, ketika tulisan ini dibuat dengan setengah hati, tanpa pendalaman dari hati. . .

sebagaimana hidupmu
coba nikmatilah keterpaksaan itu, dan berikan usaha terbaikmu. . .
jangan seperti tulisan ini,
yang seperti "kentang"

Jumat, 20 Juli 2012

aku berhasil menemukan jawaban itu....

OST GIE : CAHAYA BULAN

Perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang
Cahaya kota kelam mesra menyambut sang petang
Di sini ku berdiskusi dengan alam yang lirih
Kenapa matahari terbit menghangatkan bumi?
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
   Aku orang malam yang membicarakan terang
   Aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang

Perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang
Cahaya nyali besar mencuat runtuhkan bahaya
Di sini ku berdiskusi dengan alam yang lirih
Kenapa indah pelangi tak berujung sampai di bumi?

   Aku orang malam yang membicarakan terang
   Aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang

Cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
Yang takkan pernah ku tau, dimana jawaban itu?
Bagai letusan berapi bangunkan dari mimpi
Sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati


Terangi dengan cinta di gelapku
Ketakutan melumpuhkanku
Terangi dengan cinta di sesatku
Di mana jawaban itu?


VERSI PUISI

Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih sambut dahulu,
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
Sambil membenarkan letak leher kemejaku

Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih
Lembah bandalawangi
Kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika kudepak, kau dekaplah lebih mesra
Lebih dekat
Apakah kau masih akan berkata
Kudengar dekap jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta 

Cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
Yg takkan pernah aku tahu dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi bangunkan dari mimpi
Sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati


Rasanya merinding ketika mendengarkan lagu ini saat menikmati malam di kebun teh, Puncak, Bogor.
Merinding ketika mendengar lirik "cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan"
Ya, memang. Saat itu saya datang ke puncak pada pukul 11 malam. Berangkat sendirian dari kost, mengendarai motor tercinta. Tanpa perencanaan, tanpa persiapan.
Sengaja memang, mencari bulan purnama agar pertanyaanku semakin jelas.
Entah, begitu banyak suara-suara di otak yang mengajakku kesana.

Indah, dingin, sepi, sendiri.
hanya mobil-mobil dan motor-motor yang ditinggalkan pengendaranya dan penumpangnya untuk saling menghangatkan tubuh di belakang tangga pembatas sembari menikmati gemerlap kota yang nampak dari jauh.
Hingga akhirnya, banyak pertanyaan muncul, hati pun menjadi gelisah.
Kupesan secangkir kopi di pedagang yang berjualan disitu. 
Harum, Hangat, Menusuk Otak, Menimbulkan Kondisi Alpha.
Seakan ada dua, otakku menemukan filosofi-filosofi yang menjawab semua pertanyaanku. . .

"Nikmati saja saat ini, tak usah memikirkan hal-hal yang tak perlu dipikirkan", kata otakku. . .

"Disini indah, lantas mengapa kau harus gundah?", sahut otakku yang satunya.

dan hatiku menemukan kesimpulan bahwa :

"Aku masih muda, bernyali, dan masih belajar untuk menjadi manusia yang bagaimana nantinya. . .

Nikmati saja masa muda ini. Temukan setiap pertanyaan, temukan jawabannya dengan kebijaksanaan.

Kebijaksanaan yang ku temukan saat aku menikmati saat-saat seperti ini. . . ."

 

Rasanya bangga ketika saya berhasil tiba di pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Setelah 12 jam mengendarai motor tercinta, melepaskan diri dari hiruk pikuk ibukota, saya tiba di sebuah kilauan alat pengangkat dan alat pengangkut yang mengapung. . .
Kunetralkan posisi gigi dengan menekan kopling di tangan kiri, dan menjejakkan kaki kiri setengah dalam pada perseneling gigi 2.
Kubiarkan motor ini berhenti sendiri, membiarkan dia sendiri yang menentukan tempat terbaik untuk menikmati malam dingin di ibukota Jawa Tengah ini. . .

Kejadian seperti di kebun teh pun terulang.
Di atas sebuah jembatan, motorku berhenti,
Setelah menerjang hutan-hutan yang menjadi suram,
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin,
Aku kembali berdiskusi dengan alam yang lirih,
berbicara dengan rembulan.
Bertanya kepadanya,
"mengapa kau mendekat?"
memang indah ketika kau dekat, indah bagi yang merasakan kedamaian hati
namun, kau menusuk, menusuk hati manusia,
hati yang gelisah, gundah, dan tak tahu arah
seperti pekerja di pelabuhan ini,
saat kau dekat, kau buat mereka menyingsingkan celana, kau tahu?
hati mereka gelisah, kau tahu?
atas beban kehidupan yang mereka tanggung
beban yang lebih berat, sangat berat, dibandingkan beban yang mereka panggul di bahu mereka setiap hari. . . . .

Kusentuh mesin dengan kaki telanjang, kutemukan kehangatan. . .
Memanjakan, sungguh memanjakan. . .
Kupejamkan mata, dan kurasakan hembusan angin, angin darat. . .
Sesaat mataku terpejam, kutemukan jawaban.
Jawaban dari pertanyaan yang takkan pernah ku tahu jawabannya jika aku hanya diam disini. . .
Sudah waktunya bergegas.
Kujejakkan kaki kananku pada pengayuh.
Lampu pun menyorot.
Ku menggenggamkan tangan kanan, dan kuputar ke arah bawah. . .
aku tersenyum. . .

aku berhasil menemukan jawaban itu.....



Rabu, 18 Juli 2012

Autobiografi Laksamana Cheng Thos

Sebuah Autobiografi yang Ditulis untuk Tugas Mata Kuliah KSPK

Seorang sahabat bernama FERONDA MODEST (FERO)

               Malam yang biasa di bulan Maret, kala musim penghujan saat datangnya rinai air menyentuh tanah yang telah diguyur seharian. Masih basah, saat itu pun semuanya masih basah. Udara yang terbawa angin terhembus dari tanah menguarkan aroma petrichor yang dalam, bangkitkan kenangan akan kehidupan yang  telah disimpan otak sebagai memori. Hari itu hari Kamis. Seorang anak manusia yang telah digariskan dengan jutaan nikmat oleh Tuhan akan menyentuh udara, udara dunia persinggahan untuknya menuai kebahagiaan bagi diri maupun manusia di sekitarnya.

                Menangis karena tersedak. Baginya sejenak bernafas didunia yang sekarang memaksanya untuk menangis, dalam helaan nafasnya yang pertama kali. Sekian lama dibuai dan dikasihi dalam rahim ia tersentak. Tersadar sekarang didunia barunya ia harus berjuang untuk dapat hidup. Bahkan hanya untuk bernafas ia harus menangis.

                Bayi yang tampan, bayi yang penuh energi dan bayi yang aktif. Benar sekali, Anak itu ialah saya.  Sejak saat itu saya terlahir sebagai anak laki-laki bernama Modest. Dulu saya sering bertanya mengapa nama saya demikian unik bahkan untuk seorang laki-laki yang lahir di Palembang nama saya tidak sedikitpun mencerminkan daerah kelahiran saya.

             Ayah saya pernah menjelaskan pada saya. “Karena seorang manusia terlahir dengan potensinya sendiri jadi kita tidak perlu mencap seorang manusia hanya karena ia dilahirkan dimana, daerah mana, asal mana. Begitupun dengan nama jadilah seorang  Modest. Kembangkan semua Potensi yang ada di  Modest tanpa atribut bawaan apapun engkau lahir dimana. Orang apa. Karena itu engkau berbeda dan bukankah seorang manusia diciptakan dengan perbedaannya”. Setelah ayah saya menjelaskan demikian saya pun masih belum mengerti, karena saya dulu masih teramat muda untuk memahami sebuah esensi dalam kehidupan. Namun setelah kian dewasa saya akhirnya mengerti bahwa setiap perkataan ayah saya mengandung arti yang teramat sangat dalam. “Kamu tahu mengapa nama belakang kamu Modest . . .” Ayah saya pernah bertanya pada saya. Saya tahu bahwa Modest merupakan diksi dalam sastra inggris yang biasa digunakan untuk merepresentasikan sebuah kerendah hatian, Kesopanan, Kejujuran. Yang saya tidak tahu adalah penjelasan selanjutnya dari ayah saya yang mengatakan. “Tahukah engkau semua sifat diatas adalah semua sifat yang pasti dimiliki oleh orang-orang besar yang hebat, orang besar yang dapat menjadi contoh bagi orang disekitarnya, rahmat bagi mereka yang mencintainya. Dan sekarang engkau sudah mengerti mengapa kau masih harus menggali potensi yang luar biasa dalam hidupmu”.
Saya pun terdiam merenung berpikir begitu dalam. Sungguh saya pun sangat bangga dilahirkan sebagai seorang  Modest.

Masa kanak-kanak saya lewati dengan penuh kebahagiaan, sama seperti anak-anak yang lain. Ayah saya tidak pernah membedakan saya dengan yang lain, agar saya dapat mengerti akan arti rendah hati, kebersamaan, dan tenggang rasa. Saya diberikan sebuah arti dari kebebasan. “Kamu dapat melakukan apapun yang kamu mau. Asalkan kamu tahu batasannya”. Kalimat khas ayah saya. Dari itu saya dapat mengekspresikan kemauan saya, antusiasme saya pada sesuatu. Ibu yang mengajarkan ketika saya terlalu jauh dan melanggar batasan-batasan saya.
Tidak dengan amarah, tapi dengan kasih. “Sayang . . . Sebenernya orang marah itu maunya apa sih. . . Maunya kan biar yang dimarahin nggak ngelakuin lagi kan kesalahannya. . . Jadi ndak ada bedanya dong sama mama marahin kamu dengan cara yang lain. Disayang dan dinasehatipun sudah cukup koq. Kamu kan anak kesayangan mama yang pinter . . . Jadi mama nggak perlu sampai marah sama kamu. Ia kan sayang” Kalimat favorit mama. Yang membuat saya menjadi sensitive terhadap lingkungan luar. Yang membuat saya peka terhadap perasaan orang lain. Karena saya dididik dengan kasih oleh kedua orang tua saya.
Tidak berubah samapai sekarang saya dewasa. Masih tetap sama seperti kedua orang tua saya mengajarkan saya yang dulu masih sering nakal. Dalam kehidupan saya sering dianggap sebagai pembawa suasana bagi orang-orang disekitar saya. Meramaikan moment, memecah keheningan dan kebuntuan dalam sebuah forum. Mungkin Bakat karena saya diberikan kebebasan dari masih saya kecil.  Saya tidak terlalu mementingkan image atau topeng yang dibuat untuk mengangkat harga dari sebuah diri meskipun masing dari kita pasti memiliki topeng. Orang dihargai dari karya dan apa yang telah ia lakukan untuk sesamanya bukan daritopeng yang dipertontonkan setiap saat ketika kita berada dalam lingkungan masyarakat.
 Saya selalu menjadi apa adanya. Apa yang saya ingin lakukan saya lakukan. Apapun yang membuat saya bahagia dan orang lain bahagia sayapun lakukan meskipun saya sering menjadi bahan tertawaan dari itu.                 Tapi saya bahagia. Dan semua teman saya bahagia, dari itu mereka sangat menghormati saya. Dan sangat senang berteman dengan saya. Bukan karena image manusia sempurna yang selalu saya pertontonkan di depan umum.

Tapi karena kesederhanaan saya menjadi bagian kebahagiaan dari orang-orang disekitar saya. “Kita tidak bisa memenangkan semua hati. Jadi cukup menangkan hati kita sendiri dan orang-orang yang ingin berbahagia bersama kita” Kalimat favorit saya. 

Karena dari setiap yang kita lakukan selalu saja ada manusia yang lain, yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan. Lantas mengapa kita harus mengorbankan kebahagiaan kita sendiri dan orang yang ingin berbahagia bersama kita hanya untuk menyenangkan yang lain.

Kita tidak bisa memenangkan semua hati.” 

Kebahagiaan merupakan hal paling mendasar dalam prinsip hidup saya. Sebisa mungkin saya menjaga agar perasaan saya tetap bahagia. Apapun yang saya lakukan yang saya harapkan yang saya perjuangkan. Semua saya dedikasikan untuk kebahagiaan saya, orang-orang yang saya sayangi, dan juga mereka yang ada disekitar saya.

Apapun yang saya lakukan yang saya harapkan yang saya perjuangkan. Semua saya dedikasikan untuk kebahagiaan saya, orang-orang yang saya sayangi, dan juga mereka yang ada disekitar saya..

Alasanku untuk tetap tertawa

 
Laksamana Cheng Tos, seorang sahabat yang pernah menyelamatkanku dari kematian. . .

Selasa, 17 Juli 2012

From East Java To South Sumatra : Sang Jusrons

Perjalanan dimulai dari sebuah kabupaten dimana ketua kelasku tinggal.
Seingat saya, pada tanggal 22 Februari 2012 saya turun dari singgasana di istana Semplohe/rumah (desa Tumpakrejo, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang) menuju Jember, kata maharaja sulthon watulongsor, itu ibukota negara Jawa Timur.
Empat jam kemudian saya tiba di Alun-Alun Jember (terasa cepat karena saya pake sepeda baru, hehe)
Tujuan utama saya adalah ke rumah Ahmad Yusron Amroyn, temanku sekelas ketika semester 1 dan 2.
Ketika itu hujan, dan saya menerobosnya...
dan hujan pun menghapus jejakku - di aspal
Setelah mengetahui rumahnya di dekat MAN 1 Jember, saya langsung bergegas menuju MAN, ternyata sang Jusrons sedang tidur, bercinta di pangkuan kasur, tak bisa dihubungi, dan saya pun tak tahu letak rumahnya. . . .
-___-

Lantas, saya melarikan diri ke kost teman-teman SMAku yang sekarang kuliah di UNJEM, eh, UNEJ. . .
-Universitas Negeri Jember-
Bernostalgia bersama Martian, Oki, Jack, dsb membuat perut terkocok. Hanya perut, bukan bawahannya. Ingatan masa lampau ketika menghabiskan waktu bersama di SMAN 2 Lumajang Jurusan IPS tetap tak bisa terlupakan. Kami berempat pun membahas masa lalu yang penuh dengan kegoblokan.
Setelah menghabiskan waktu untuk bercanda dengan mereka, saya bergegas kembali menuju rumah sang Jusron. Tiba di depan MAN 1 Jember, sang Jusron sms, beliau berkata bahwa sang Jusrons sedang berada di Alun-Alun Jember lagi ajojing.. .. ..
hadeeeh
iki jenenge RWT

Kujemput bola sang Jusron, kutemukan dia sedang runaway di alun-alun bersama seekor temannya sambil termenggeh-menggeh. . .
Kusapa dia, "Halo, pakdhe!"
Dia berhenti di depanku, dan kami pun bersalaman. . .
Lantas, teman sang Jusrons pulang, dan tinggal kami berdua, sang Jusrons pun masih termenggeh-menggeh....

dilanjutkannya perjalanan menuju sebuah toko, dibelinya seteguk air untuk menghentikan termenggeh-menggehannya, syahdan, kami berdua pun pulang. Saya naik motor, dan sang jusrons naik sepeda ontel...
awalnya kami bingung, sang jusrons mencoba menggotong sepeda ontelnya dan membawanya naik motorku, namun sepeda ontelnya meliuk2 terkena hempasan angin jalan dan sang jusrons pun frustasi. . .
dilanjutkannya pemutaran pedal, dipancalnya ontel itu, dan sang jusrons pun kembali termenggeh-menggeh. . .
senja pun semakin larut dalam tinta hitam langit. . .

kami berdua tiba di rumah sang baginda jusrons. Disambut dengan seseorang yang bernama MAT. Nama panjangnya saya pun tak tahu, apakah MAT HARDY, MAT ELEKTRIK, atau MATIO AE
Sang Jusrons masuk ke dalam rumah, saya dan MAT berbincang seputar kehidupan duniawi.
Kurang lebih setengah jam atau kurang lebih lima belas menit kami berbincang, sang Jusron tertawa dari kejauhan.
Saya tetap memperhatikan obrolan sang MAT. Lambat laun omongan MAT, kok susah dicerna ya? Tapi saya sebenarnya sudah biasa berbincang dengan teman akrabku, Fonda, yang kebetulan juga kata2nya susah dicerna. . .
Seingatku, Mat berkata, "Di belakang rumah ini, tepat di kamar mandi, ada jurangnya", "Kehidupan ini sebenarnya manojdnpakjnsf;kwiujbdfpuiysgdfjnsdbflsjpfisjhfjsdifjdjsvoyuisdnlcuqpwsdniua......"
kok lama-lama saya seperti orang bodoh??
sang Jusrons datang, data mengeplak/menampar sang MAT di tangannya.
Sang Jusrons : Mat, Tos!
Jedhuar. . .

Dari situ saya sadar bahwa sang MAT adalah makhluk setengah dewa. . .

foto saya bersama sang Jusrons yang sedang longsor di pantai Pasir Putih Malikan. . .

Senin, 16 Juli 2012

hanya untuk memikirkan tour di Kepanjen, lebih dalam

Sudah lama saya ingin tahu
mengapa banyak kota, banyak tempat ku kunjungi
tapi tak pernah ada rasa yang terkenang
tentang kota itu

Baru kali ini saya merasakan
betapa beratnya mengangkat kaki dari
tempat belajar bekerja ini

entah mengapa tak kutemukan alasan yang jelas untuk tak pergi
hati hanya merasa, damai. . .

di sini kutemukan seorang kakak yang menjadi panutanku
sudah sedasawarsa lebih tak ketemu, namun masih mengingat senyumku
beliau bekerja dengan giat, tak peduli berapapun gaji yang ia terima
dia bekerja hanya demi, sebuah kebenaran
dan kutemukan makna sebuah pengabdian

di sini kutemukan, pemandangan memukau di setiap pagi,
ketika nafas masih menghebuskan embun,
dan ketika letih pun tiba di sore hari,
pemandangan itu tetap mempesona
dan kutemukan makna sebuah rumah

dan yang terus mengganggu pikiranku,
disini kutemukan seorang kakak yang manis
senyumnya, muka manisnya, entah apalagi yang lainnya,
mungkin hanya suasana saat dengannya yang paling terasa,
membuat arjuna desa ini terlihat bodoh di depannya. . .

aku tak tahu siapa dia, tak peduli dia siapa
yang kutahu, sorot matanya kini menjadi sorot mataku
aku tak peduli, lagi-lagi tak peduli apapun predikat yang melekat di dirinya
manis, tetaplah manis

masih banyak sebenarnya yang ingin kuceritakan.
tapi hati dan pikiran ini tak bisa berhenti dari dia.
sudah beberapa hari ini, masih kehabisan waktu untuk mengerjakan syarat kelulusanku. . .
masih, membebaniku. . .
ah, tak peduli. kerjakan saja dengan asal-asalan
dia telah membuatku stuck :D

Di tempat terindah di Kepanjen ini, aku sadar
untuk menikmati tour, gunakan perasaan,
gunakan hati untuk menikmati suasananya secara mendalam
menambahkanku ilmu, bahwa untuk menikmati kota
tidak cukup dengan menikmatinya sendirian dengan memutari kota
dan pikiran pun memunculkan kata-kata berfilosofi
seiring dengan hembusan angin segar dan cerahnya matahari
dan rerumputan yang menghijaukan mata
seperti burung kuntul, memutari tempat itu sambil terbang,
hinggap, dan menjejakkan kaki dengan dalam namun lembut,
di atas sawah berlumpur

mungkin besok aku lebih bisa menikmati kota-kota lainnya,
namun tak bisa sehebat ini,
tak akan bisa,
hanya Kepanjen

Dibuat di : Kecopokan
                 di antara sebuah waduk dan sarang lumpur
                 di sebuah gubuk reot penuh angin yang berhembus
                 yang jalannya hanya saya yang tahu di antara kalian
                 di sebuah kaki bukit, di dekat lembah kera

teruntuk yang mengganjal hatiku,
semoga kau membaca, wahai penggemar batik
dan akhirnya mengerti :D

Kecopokan, nantinya juga akan berakhir di sini. . .